Selamat Datang, di Blog : Http://andreas-samk.blogspot.com// Andreas Samak, ST LoveLove Nurul "Forever" Semoga Artikel yang sahabat cari ada di sini dan semoga bermanfaat. Goodluck !!!

Sunday 23 March 2014

Mengenalkan Sastra Asia Tenggara Kepada Dunia


Penulis-penulis Asia Tenggara kontemporer, serta karya mereka, masih belum banyak diketahui oleh pembaca dunia. Jangankan oleh dunia, sesama pembaca di negara-negara Asia Tenggara pun belum tentu mengetahui karya penulis dari negara tetangganya. 

Padahal penulis Asia Tenggara bisa menawarkan banyak sudut pandang dalam upaya memahami permasalahan universal, meski karya mereka menggunakan situasi yang lokal. 

Bahasa menjadi salah satu kendala minimnya pembacaan karya-karya penulis Asia Tenggara di dunia internasional. Maka penerjemahan karya pun menjadi sesuatu yang penting. 

Namun banyak penulis sering terjebak dengan upaya menerjemahkan karya mereka ke bahasa Inggris saja. Mereka melupakan ada celah penerjemahan ke bahasa-bahasa dari negara-negara yang tergabung di ASEAN. 

Ini adalah salah satu kesimpulan yang muncul dari diskusi panel Sastra Kontemporer ASEAN dalam ASEAN Literary Festival 2014 di Jakarta, Sabtu (22/3).

Dosen dan kritikus sastra Manneke Budiman mengatakan, jika kita ingin mengetahui lebih banyak tentang budaya Inggris, maka kita mempelajari bahasa itu untuk bisa memahami teks-teks dalam bahasa asli budaya tersebut. "Sekarang kenapa kita tidak bisa melakukan yang sebaliknya pada budaya lain? Kenapa kita ngotot menerjemahkan karya dalam bahasa Inggris? Kita jangan bermain dengan aturan mereka."

Peneliti dan penulis Andy Fuller juga mempertanyakan penulis-penulis Indonesia yang ingin menerjemahkan karyanya dalam bahasa Inggris. "Hanya Inggris? Bagaimana dengan bahasa-bahasa negara-negara Asia Tenggara?"

Penulis Isa Kamari dari Singapura mengatakan, meski sudah ada 7 karyanya yang diterjemahkan dari Melayu ke bahasa Inggris, namun upaya untuk memperbanyak pembaca karyanya juga dilakukan dengan penerjemahan ke bahasa Thai, Burma, bahkan Cina. 

Namun Isa mengritik pernyataan Manneke soal tak mau ikut bermain dengan aturan yang membuat penerjemahan karya penulis Asia Tenggara dalam bahasa Inggris menjadi seolah mutlak. "Anda bilang, Anda tak mau bermain dengan aturan mereka, tapi tak ada permainan lain."

Penerjemahan pertama buku Isa dari bahasa Melayu ke bahasa Inggris dilakukan oleh istrinya sendiri. "Dia yang paling tahu pikiran saya dan saya merasa nyaman jika dia yang melakukannya," katanya. Baru setelah karya pertamanya itu selesai diterjemahkan, orang-orang baru meminta karya-karya Isa lainnya diterjemahkan. "Awalnya berasal dari keinginan saya agar karya-karya saya dibaca lebih banyak orang, tapi kemudian orang bilang bahwa ini (karya-karyanya) adalah sesuatu yang butuh diketahui dunia," ujar Isa. 

Isa menulis saat ia merasa terganggu oleh situasi sosial di sekitarnya. Ia menulis saat sejarah ditulis oleh pihak berwenang, dan menurutnya sejarah tak berlangsung seperti itu. "Saya menulis ulang sejarah dari yang seolah diterima oleh orang awam. Atau saya menulis soal masa depan, dan bagaimana seharusnya masa depan itu," kata Isa. 

Saat menulis, Isa memikirkan, siapa kira-kira yang akan menjadi pembaca karya-karyanya? Dan jawabannya adalah komunitas Melayu Singapura. "Jika saya menulis dengan pikiran bahwa karya ini akan dibaca oleh dunia, maka saya akan berkompromi atau mengubah cara pikir saya. Dunia pembaca internasional sangat terpaku pada tradisi Anglo-Saxon, dan tradisi itu punya ide estetika yang berbeda dibanding dengan saya."

Teman-teman Isa pernah mengusulkan, jika dia menginginkan lebih banyak orang membaca karyanya, kenapa tidak langsung menulis dalam bahasa Inggris saja? Isa pernah mencobanya, tapi tak bisa. "Hasilnya tidak bagus. Saya berpikir dalam bahasa Melayu. Jadi bahasa Inggris yang saya tulis itu terdengar Melayu, bukan tulisan bahasa Inggris yang benar," katanya. Ia pun kembali menulis dalam bahasa Melayu. 

Isa sadar, penulis Melayu sepertinya tentu akan sulit menembus penerbit internasional. Penerjemahan karya-karya Isa membuktikan, meski tema dan konten karyanya bersifat lokal, ternyata ada daya tarik buat pembaca di luar komunitasnya sendiri. 

Hal serupa dikatakan juga oleh Manneke. Yang terpenting adalah bagaimana aktivitas sastra di berbagai negara berbeda di kawasan Asia Tenggara bisa memperluas pemahaman dan kesadaran manusia tanpa dibatasi oleh kewarganegaraan. 

"Penulis punya banyak hal yang bisa ditawarkan. Sekarang isunya bagaimana dari isu-isu dan perjuangan lokal bisa menciptakan karya yang mengandung nilai-nilai universal," kata Manneke.

Dalam konteks mengenalkan Asia Tenggara, terutama penulis Indonesia ke dunia internasional, memang harus ada upaya nasional yang terorganisir. Pameran Buku Frankfurt menjadi salah satu kesempatannya. Tahun ini, Indonesia menjadi sorotan utama di pasar buku terbesar dunia tersebut. Dalam rangka pameran buku tersebut, ada 200 buku bahasa Indonesia yang akan diterjemahkan ke bahasa Germán maupun Inggris. 

Kesempatan ini, menurut Andy Fuller, menjadi salah satu cara Indonesia untuk melakukan diplomasi halus dalam membawa karya-karya penulis berbahasa Indonesia ke pembaca (dan penerbit) internasional.

0 comments:

Post a Comment