Selamat Datang, di Blog : Http://andreas-samk.blogspot.com// Andreas Samak, ST LoveLove Nurul "Forever" Semoga Artikel yang sahabat cari ada di sini dan semoga bermanfaat. Goodluck !!!

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Monday, 4 August 2025

Saranjana: Kota Gaib di Kalimantan Selatan

 

Di sebuah dermaga kecil di pesisir Kalimantan Selatan, seorang wartawan muda bernama Dimas baru saja tiba. Ia dikirim oleh redaksinya untuk menyelidiki legenda yang sudah lama beredar: Kota Saranjana, kota modern tak terlihat, konon lebih maju dari kota mana pun di Indonesia, namun tidak ada di peta. Cerita-cerita warga menyebutkan gedung-gedung tinggi, jalan beraspal halus, dan mobil mewah yang melintas... tapi hanya bisa dilihat oleh orang tertentu.

Dimas menganggapnya hanya mitos. Ia skeptis, tapi tetap menjalankan tugas. Ia mulai dengan mewawancarai nelayan tua di desa Pelaihari. Lelaki itu, Pak Syukur, mengaku pernah “berpapasan” dengan mobil besar saat melaut malam hari. Aneh, karena perahu dan jalan laut tidak mungkin bersinggungan. “Itu bukan mobil dunia kita,” katanya sambil menatap laut yang tenang. “Itu milik orang Saranjana.”

Malamnya, Dimas berjalan menyusuri hutan mangrove dengan pemandu lokal. Di tengah gelap dan suara serangga, pemandunya tiba-tiba berhenti dan menunjuk ke kejauhan. Ada cahaya seperti dari gedung tinggi. Tapi anehnya, tak ada suara kendaraan atau tanda-tanda aktivitas manusia. Dimas mencoba memotret, namun kamera ponselnya hanya menampilkan kabut putih. "Kalau kamu bukan orang yang dipilih, tidak akan bisa melihat jelas," bisik si pemandu.

Hari ketiga, Dimas bertemu dengan seorang perempuan muda yang tinggal sendirian di rumah panggung tua. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Ayu, dan mengaku pernah “menginjakkan kaki” ke Saranjana. Menurutnya, kota itu tidak bisa dicari dengan niat duniawi. “Kadang, kota itu muncul ketika kamu tidak mencarinya. Tapi ketika kamu terlalu ingin masuk, kamu justru akan tersesat.”

Dimas mulai merasa lelah dan bingung. Selama seminggu ia di sana, banyak cerita yang terdengar, tapi semuanya seperti kabur. Tidak ada bukti nyata. Namun rasa penasarannya semakin dalam, seolah Saranjana sendiri memanggilnya. Malam terakhir, ia memutuskan pergi sendiri ke hutan pesisir—tanpa pemandu, tanpa arah.

Dalam keheningan malam, ia mulai merasa waktu melambat. Hutan menjadi asing. Suara jangkrik menghilang. Di depannya, jalan beraspal mulus terbentang—tak sesuai dengan peta. Di kejauhan, lampu kota bersinar, gedung-gedung tinggi terlihat samar. Dimas melangkah ke arah cahaya. Semakin dekat, semakin nyata. Tapi sebelum ia benar-benar sampai, tiba-tiba semuanya gelap.

Ia terbangun keesokan paginya di tepi sungai, bajunya basah, kamera hilang. Tak ada jejak jalan aspal, tak ada gedung. Ia kembali ke desa, kebingungan. Warga hanya tersenyum saat ia bercerita. “Berarti kamu sudah dekat... tapi belum diizinkan masuk,” kata Pak Syukur sambil tertawa pelan.

Dimas kembali ke Jakarta dengan cerita yang lebih banyak mengandung pertanyaan daripada jawaban. Ia menulis artikel panjang tentang misteri Kota Saranjana, tapi tak satupun foto berhasil ia tampilkan. Banyak pembaca menganggap itu hanya kisah fiksi. Tapi Dimas tahu, ada sesuatu yang nyata di balik kabut Saranjana—sesuatu yang hanya muncul bagi mereka yang dipercaya.

Dan sejak saat itu, setiap kali ia menutup mata di malam hari, ia masih bisa melihat samar-samar cahaya dari kota yang tidak tercantum di peta, tapi selalu hadir di ingatan mereka yang pernah merasakannya.