Performa Inter Milan di musim 2012/2013 ini tidak
sebanding dengan nama besar klub Milan itu. Hingga pekan ke-34 Serie A, Inter
masih tercecer di peringkat tujuh klasemen sementara dengan raihan 53
poin.Pasukan Andrea Stramaccioni itu membukukan 16 kali menang, lima imbang dan
13 kali kalah, dengan catatan gol memasukkan 51 buah dan 46 kali
kemasukkan.
Inter Milan terpaut
sembilan angka dari peringkat tiga klasemen sementara yang juga musuh satu
kota, AC Milan. Untuk bisa melaju ke Liga Champions musim depan, Italia
mendapat jatah tiga klub. Artinya ada tiga klub teratas di klasemen akhir yang
akan masuk ke kompetisi antar klub terbaik di Eropa tersebut.
Bukan hanya di Serie A
perjalanan Inter Milan terseok-seok. Nerazzuri sudah tersingkir di Piala Italia
dan Liga Europa. Yang membuat klub milik pengusaha minyak, Massimo Moratti,
tersebut resmi tanpa gelar musim ini.
Dengan sisa empat laga
lagi di Serie A - dengan potensi meraih 12 poin - Nerazzuri masih punya peluang
masuk tiga besar. Tapi melihat kenyataan yang ada saat ini, Inter Milan dan
fansnya harus realitis.
Inter Milan sudah
kehilangan 15 pemain secara bergantian karena cedera sebelum musim berakhir.
Yang paling aktual ialah kapten Javier Zanetti yang cedera achilles tendon saat
La Beneamata kalah 0-1 dari Palermo, Minggu (28/4) WIB malam. Pemain Argentina
berusia 39 tahun itu diperkirakan harus absen selama delapan bulan dan baru
kembali sekitar Desember 2013 atau Januari 2014.
ke-14 pemain lainnya
yang sudah pernah masuk atau sedang di ruang operasi untuk menjalani
rehabilitasi medis ialah Diego Milito, Antonio Cassano, Rodrigo Palacio, Matias
Silvestre, Esteban Cambiasso, Dejan Stankovic, Yuto Nagatomo, Walter Gargano,
Fredy Guarin, Walter Samuel, Gaby Mudingayi, Joel Obi, Luca Castelazzi dan
Ibrahima Mbaye.
Tim medis dan pelatih
fisik Inter adalah yang paling bertanggung jawab terhadap badai cedera itu.
Pelatih fisik seharusnya mampu mempersiapkan fisik dan stamina pemain sesuai
kebutuhan tim serta kemampuan pemain bersangkutan. Sedangkan tim medis mestinya
lebih kreatif dan cekatan membantu pemulihan cedera para pemain.
Apalagi pemain-pemain
yang cedera sebagian besar adalah tulang punggung Inter musim ini. Otomatis
kini Stramaccioni hanya bisa mengandalkan sebagian besar pemain muda belum
berpengalaman untuk mengarungi sisa empat pertandingan Serie A.
Kegagalan Inter untuk
bersaing di level tertinggi kompetisi lokal dan Eropa musim ini disebabkan dari
tiga faktor. Pertama karena badai cedera pemain-pemain yang sudah disebutkan di
atas. Kedua miskinnya sosok pelatih cerdas dan berkharisma sepeninggal Jose
Mourinho pada Mei 2010 lalu.
Usai Inter Milan
Treble pada 2010 lalu, tidak ada lagi sosok pelatih yang cerdas dan berkharisma
yang mampu membawa kembali kejayaan Inter. Lima pelatih - termasuk Andrea
Stramaccioni- setelah era Jose Mourinho terbukti gagal.
Ketiga ialah kebijakan
transfer Inter Milan yang sering salah. Inter menjual banyak pemain yang
berperan penting di era Mourinho, seperti Samuel Eto'o, Wesley Sneijder, Thiago
Motta, Lucio, Julio Cesar dan Maicon.
Plus beberapa pemain
yang sebenarnya masih punya kualitas, antara lain Diego Forlan, Giampaolo
Pazzini dan Coutinho, juga dilepas ke klub lain. Termasuk dua penyerang muda
Inter, Samuele Longo (21 tahun) dan Marko Livaja (20) yang dipinjamkan ke klub
lain dengan alasan untuk menambah jam terbang. Padahal kalau pelatih dan
manajemen mau sabar, kedua pemain tersebut bisa menjadi kartu as Inter.
Kebijakan penjualan
dan pembelian pemain itu biasanya dilakukan oleh Direktur Olahraga Klub, Marco
Branca. Yang tentunya atas sepengetahuan dan seizin pemilik klub, Moratti.
Sayangnya kemampuan Branca menganalisis kemampuan calon pemain yang akan dibeli
atau dijual dan kebutuhan tim ternyata mengecewakan.
Alasan manajemen
menjual pemain-pemain itu bermacam-macam. Mulai dari gajinya yang terlalu besar
- yang tidak seimbang dengan keuangan klub, tidak kunjung fit karena cedera
kambuhan sampai tidak sesuai dengan skema permainan pelatih.
Ironisnya
pemain-pemain pengganti yang dibeli kualitasnya tidak bisa menutupi kekurangan
di tim. Tercatat hanya gelandang Matteo Kovavic, Fredy Guarin serta penyerang
Antonio Cassano dan Rodrigo Palacio yang bisa dibilang lumayan sumbangannya
untuk tim. Kiper asal Slovenia, Samir Handanovic malah yang layak diberi satu
acungan jempol karena konsisten bermain bagus menahan gempuran tim lawan.
Manajemen Inter pun
sepertinya menyadari kesalahan mereka selama dua setengah tahun terakhir,
terutama dalam kebijakan transfer. Perbaikan pun sudah dimulai untuk
menyongsong musim depan, meski musim ini masih berjalan.
Sudah ada lima pemain
baru dikontrak yang sudah dikonfirmasi oleh salah satu Direktur klub, Marco
Fassone. Yaitu pemain sayap timnas Uruguay U-20, Diego Laxalt; lalu bek
Argentina, Hugo Campagnaro, yang diperoleh secara gratis karena kontraknya
sudah habis di Napoli; mantan pemain Primavera Inter, Marco Andreolli, yang
sebelumnya menjadi bek Chiveo Verona; kemudian satu lagi pemain sayap berpaspor
Argentina yang sebelumnya memperkuat klub Tigre,Ruben Botta; dan yang paling
menjanjikan adalah transfer Mauro Icardi, penyerang berusia 20 tahun yang
pernah menimba ilmu di akademi La Masia milik Barcelona. Icardi sudah
menyumbang sembilan gol untuk Sampdoria musim ini, yang juga musim Serie A
perdananya.
Tapi untuk klub
berskala Inter, lima pemain di atas tidak cukup. Kelima pemain itu belum
memiliki kaliber besar untuk membawa Inter bisa bersaing, minimal di kompetisi
domestik.
Perlu pemain-pemain
bintang dengan mental juara yang mesti direkrut oleh manajemen. Terutama untuk
lini pertahanan.
Kelemahan Inter Milan
musim ini dan dua musim sebelumnya adalah barisan bek yang lemah, lamban dan
tidak taktis.
Di era Roberto
Mancini, Inter punya duet Ivan Cordoba dan Marco Materazzi. Kecepatan dan
kelugasan milik Cordoba dipadu dengan kemampuan menghalau bola-bola atas dan
'kenakalan' milik Materazzi ikut berperan menjadikan Nerazzuri menguasai Serie
A pada periode 2004-2008.
Pertahanan Inter
semakin kuat setelah Mourinho mendatangkan Lucio untuk diduetkan dengan Walter
Samuel. Duo bek Amerika Latin itu menjadi simbol pertahanan terbaik Eropa di
masanya. Lucio dan Samuel sukses memperagakan cara bertahan dengan skema
permainan zona maupun man to man marking (menempel satu-dua
pemain dengan ketat).
Hasilnya banyak
penyerang top dibuat frustrasi oleh dua bek kekar itu.
Plus dua bek sayap,
Maicon di kanan dan Maxwell di kiri. Keduanya benar-benar menjadikan Inter
atraktif dalam menyerang tapi tetap rapat saat kehilangan bola.
Namun setelah Maxwell
hengkang, Inter sedikit goyah di sisi kiri. Christian Chivu, yang aslinya bek
tengah, tidak bisa menjadi bek kiri yang agresif membantu menyerang dan cekatan
menghalau atau menutup celah di sektor kiri pertahanan.
Musim depan Inter
seharusnya membenahi lini belakangnya dengan serius. Nama-nama seperti Mats
Hummels (Borussia Dortmund), Vincent Kompany (Manchester City), Branislav
Ivanovic, David Luiz (Chelsea) atau Daniel Agger (Liverpool) bisa menjadi
opsi.
Sektor bek sayap juga
jangan luput. Inter membutuhkan pemain yang cepat, disiplin, berani melewati
hadangan pemain lawan dan bagus umpan silangnya. Aleksandar Kolarov (Manchester
City), Filipe Luis (Atletico Madrid), Bacary Sagna (Arsenal) atau Marcel
Schmelzer (Borussia Dortmund) diprediksi akan membuat skema permainan Inter
lebih cepat.
Inter saat ini juga
kekurangan sosok gelandang bertahan yang berkualitas. Esteban Cambiasso sudah
terlalu lamban karena faktor usia. Walter Gargano, Fredy Guarin atau Zdravko
Kuzmanovic belum menunjukkan permainan yang konsisten dan visioner.
Inter butuh satu atau
dua gelandang bertahan yang dibekali dengan kemampuan olah bola dan kecerdasan
mengumpan yang baik. Ditambah memiliki daya jelajah yang luas di lapangan.
Seperti Arturo Vidal di Juventus, Xabi Alonso di Real Madrid atau Bastian
Schweinsteiger di Bayern Muenchen.
Mereka paling depan
menjaga lini pertahanan dan bisa membangun serangan dari belakang.
Gelandang-gelandang seperti itu juga menjadi kunci permainan yang mengutamakan
penguasaan bola atau saat eksekusi bola-bola mati.
Javi Martinez (Bayern
Muenchen), Ilkay Gundogan (Borussia Dortmund) atau Ignacio Camacho (Malaga)
adalah contoh pemain gelandang bertahan bertalenta masa depan yang cocok untuk
Inter. La Beneamata punya potensi di sosok Matteo Kovavic, tapi ia masih 18
tahun. Gelandang Kroasia itu butuh rekan yang lebih berpengalaman untuk bahu
membahu menopang lini tengah Inter.
Dan yang terakhir
ialah perbaikan untuk lini depan. Peran Cassano dan Palacio sebenarnya akan
lebih efektif jika Inter memiliki penyerang dengan karakter eksekutor di kotak
penalti. Pemain yang bisa mengonversi umpan atau bola liar menjadi gol. Pemain
yang cerdik memanfaatkan sedikit lubang di pertahanan lawan. Dan pemain yang
mampu membuka ruang untuk rekannya jika ia dijaga ketat.
Diego Milito memang
masih berkualitas, tapi ia sudah 33 tahun dan rentan cedera. Inter butuh dua
atau tiga penyerang lagi untuk karakter seperti ini.
Mario Gomez (Bayern
Muenchen) atau Edin Dzeko (Manchester City) adalah jaminan mutu. Jika mau
menambah daya gedor lewat sayap, Thomas Mueller atau Mario Mandzukic (Bayern
Muenchen) juga bisa dibeli oleh manajemen. Pemain seperti mereka bukan hanya
bisa mencetak gol atau memberiassist, tapi juga berfungsi menahan
serangan tim lawan atau menggangu pemain gelandang lawan.
Juga menarik lagi
Samuele Longo dan Marko Livaja untuk dijadikan bagian penting dan proyek masa
depan Inter.
Harga dan gaji
sebagian besar pemain-pemain di atas memang tidak murah. Jika Inter tak sanggup
membeli mereka, setidaknya bisa mencari pemain yang memiliki tipe yang mirip
dengan harga dan gaji yang terjangkau tapi jam terbang minim.
Inter juga mesti
menjual pemain-pemain yang masa berlakunya sudah usai atau tidak lagi
bermanfaat untuk tim. Seperti Luca Castelazzi, Christian Chivu, Matias
Silvestre, Alvaro Pereira, Dejan Stankovic, Ricardo Alvarez, Esteban Cambiasso
dan Tomasso Rochi.
Menjual mereka juga
bagian dari membangun ulang Inter agar skuat tidak gemuk dan tetap efektif
sekaligus penyegaran untuk memberi kesempatan kepada pemain baru dan Primavera.
Yang terakhir ialah Moratti
dan Inter Milan sebaiknya lebih meningkatkan kualitas kurikulum dan staf
pelatih akademi pemain mudanya agar bisa memasok pemain-pemain yang dibutuhkan
oleh klub di masa depan. Inter jangan lagi melakukan kesalahan dengan melepas
pemain muda potensialnya ke klub lain hanya karena tidak cocok dengan skema
satu pelatih saja - seperti Andrea Pirlo yang dijual ke AC Milan.
Kehebatan Barcelona,
Manchester United, Bayern Muenchen atau Borussia Dortmund selama beberapa tahun
terakhir juga karena andil besar akademi pemain muda mereka.